CERPEN SARKASME
“Pencuri Kelas Kakap”
Ditulis oleh : Siti
Maesaroh
Di warung Bu Ana, tempat biasa para
ibu - ibu berkumpul. Pagi ini, Bu Nining dan Bu Mira yang merupakan petani di
desa Makmur sedang berbelanja sayuran di warung Bu Ana. Suasana ricuh membicarakan
para wakil rakyat yang semakin menderitakan rakyat kecil.
Bu
Nining : Punya banyak wakil rakyat.
Hidup tetep aja pas pasan
Bu
Ana : Namanya juga rakyat
kecil, Bu. Jarang dipandang. Cuma mentingin rakyat atas doang.
Bu
Nining : Panas panasan tiap hari.
Nanem ini itu, gimana mau mirip Syahrini coba. Huuh (memilah sayuran yang akan
dibeli)
Bu
Mira : Gimana mau kaya, kalau
dikit-dikit semua dibebankan pada rakyat kecil seperti kita (sambil memukulkan
sayuran yang ia pegang)
Bu
Ana : Gimana mau kaya kalau
sayuran saya dibanting - banting terus (dengan nada lantang)
Bu
Mira : Hehe.. Maaf, Bu. Refleks
(sambil merapikan kembali sayuran-sayuran tersebut)
Saat sedang asyik berbincang, tiba –
tiba Bu Yuli, istri salah seorang ustadz di desa Makmur sedang berjalan menuju
warung Bu Ana. Ia harus membeli beberapa bahan makanan untuk suami dan
anak-anaknya. Sesampainya…
Bu
Yuli : Assalamu’alaikum Ibu-
ibu. Lagi pada ngomongin apa sih, kok keliatannya seru banget. Bukan pada gibah
kan?
Bu
Nining, Bu Mira dan Bu Ana :
Wa’alaikumussalam
Bu
Nining : Bukan gibah kok, Bu. Ini
lagi bahas pejabat – pejabat kita yang pada korupsi.
Bu Yuli :
Saya juga sedih, Bu. Para pemimpin yang seharusnya memberikan panutan, malah
memakan uang rakyatnya sendiri. Dan lebih parahnya lagi, hasil kekayaan Negara
kita pun terus mengalir ke luar negeri.
Bu Mira :
Betul itu ustadzah. Semua barang – barang di Negara kita sekarang, semuanya
dari Negara asing. Apa ya, nama istilahnya itu? Duh, saya lupa. Maklum, factor
usia.
Bu Yuli :
Itu namanya Import, Bu. Hmm, apa ya yang asli dari Negara kita ini?
Bu Ana :
Yang asli dari Negara kita ini korupsinya, Bu. Hanya itu produk asli Negara
kita akhir – akhir ini.
Bu Yuli :
Masya Allah. Bu Ana bisa aja.
Bu Yuli :
Oh ya, Ini semuanya berapa, Bu? (memperlihatkan barang belanjaannya kepada Bu
Ana)
Bu Ana :
Semuanya tiga puluh ribu, Bu Yuli.
Bu Yuli :
Ini uangnya ya (sambil memberikan uang kepada Bu Ana)
Bu Mira :
Kok cepet sekali ustadzah. Ga mau lanjut ngomong ni? Lagi seru – serunya
padahal.
Bu Nining :
Iya ni, Bu Yuli. Baru aja dateng. Padahal, gosipnya masih anget – anget lho.
Bu Yuli :
Asatghfirullah. Maaf ibu – ibu, kita ga boleh gosip atuh. Saya buru – buru,
harus masak buat suami dan anak.
Bu Nining :
Memang Bu Yuli istri idaman ya. Pantes Pak Rahman lengket terus.
Bu Yuli :
Ah, Ibu – ibu bisa aja. Kalau gitu, saya pamit ya ibu – ibu. Assalamu’alaikum
Bu Nining, Bu Mira dan Bu Ana : Wa’alaikumussalam
Setelah
Bu Yuli pergi, Bu Nining dan Bu Mira pun ikut pamit dari warung Bu Ana.
Bu Nining :
Kalau begitu, kita pamit juga deh. Biar jadi istri idaman kesayangan suami
kayak Bu Yuli.
Bu Mira :
Iya nih, mau masak juga. Kita pamit ya, Bu Ana
Bu Nining dan Bu Mira : Assalamu’alaikum (sambil membawa barang belanjaannya)
Sore
hari, di kantor desa Makmur. Pak Bambang, salah satu anggota DPR dan rekannya
Bu Sukarni kebetulan sedang berkunjung ke desa Makmur. Namun, di balik niatnya
untuk berkunjung, terbesit niat yang tidak baik diantara keduanya.
Pak Bambang :
Bu Suk, sudah kerjakan apa yang saya minta tadi?
Bu Sukarni :
Maksud Bapak, berkas yang tadi bapak berikan itu?
Pak Bambang :
Iya Bu, semuanya sudah kan? Kita harus gerak cepat.
Bu Sukarni :
Sudah, Pak. Semua sesuai dengan perintah Bapak.
Pak Bambang :
Bagus, bagus. Jangan sampai rakyat yang goblok itu tau. Mau saja di bodoh-bodohin
sama kita
Bu Sukarni :
Mereka memang bodoh, Pak. Diberikan iming – iming sedikit langsung saja
menuruti semua perintah kita.
Bu Sukarni :
Lalu, bagaimana selanjutnya, Pak?
Pak Bambang :
Tunggu saja tanggal mainnya (tersenyum licik). Kita akan mengeruk semua kekayan
di desa ini.
Bu Sukarni :
Baiklah, Pak. Saya sudah tidak sabar untuk berpesta pora.
Pak Bambang :
Silahkan kembali duduk. Saya sangat senang dengan kinerja Ibu.
Bu Sukarni :
Terimakasih, Pak.
Saat
Pak Bambang dan Bu Devita sedang sibuk memainkan laptopnya, tiba – tiba ada dua
orang perampok datang. Ketika kedua perampok berjalan mindik – mindik, tiba –
tiba…
Perampok 1 :
Aduh, pelan – pelan dong
Perampok 2 :
Apaan sih
Pak Bambang :
Siapa kalian? (berdiri dari tempat duduknya)
Perampok 1 dan 2 :
KEPO!
Perampok 2 :
Angkat tangan semua!!! (sambil menodongkan pistolnya)
Pak Bambang :
Apa – apaan ini
Perampok 1 :
Serahkan semua barang berharga yang kalian punya
Bu Sukarni :
Bagaimana ini, Pak? (teriak panik)
Perampok 2 :
Serahkan apa yang kamu punya! (menodongkan pistolnya ke arah Bu Sukarni)
Bu Sukarni :
Toloooonggg! Ada rampookk!!! (berteriak dengan keras)
Perampok 1 :
Hei, kamu wanita tak punya hati. Diam!
Suara
Bu Sukarni terdengar sampai luar. Kebetulan, salah satu warga sedang berada di
depan kantor desa, yaitu Bu Sari. Karena mendengar teriakan dari dalam kantor
desa, Bu Sari segera memanggil warga. Kebetulan, Bu Mira dan Bu Ana sedang
berada tidak jauh dari sana. Karena mereka baru saja pulang dari jalan – jalan
sore.
Bu Sari :
Tolooong!!!
Bu Mira :
Kayak ada suara minta tolong
Bu Sari :
Tolooong!!!
Bu Ana :
Suaranya kayak dari kantor desa, Bu.
Bu Sari :
Ada perampok disini
Bu Ana dan Bu Mira :
Mana? Mana? Mari kita tolong
Mereka
pun segera bergegas ke kantor desa.
Bu Sari :
Ibu – ibu.. Tolong, Bu
Bu Ana :
Ada apa Bu Sari?
Bu Sari :
Di dalem.. (terpatah – patah)
Bu Mira :
Iya, ada apa di dalem?
Bu Sari :
Ada rampok
Bu Mira :
Hah? Rampok? (terkejut)
Bu Ana :
Kok bisa Bu Sar?
Bu Sari :
Gatau juga, Bu.
Bu Sari :
Tadi tiba – tiba ribut
Tak
lama kemudian, tiba – tiba Bu Nining datang.
Bu Nining :
Ada apa ini?
Bu Sari :
Ada rampok, Bu
Bu Nining :
Rampok? Dimana?
Bu Mira :
Katanya di dalam, Bu
Bu Sari :
Saya diam disini ya, Bu. Saya takut
Bu Ana :
Ya sudah, ayo kita masuk!
Bu Mira, Bu Nining dan Bu Ana : Ayok!
Setelah
sampai di dalam…
Pak Bambang :
Saya ini anggota DPR, wakil rakyat. Berani sekali kamu disini (menunjuk kepada
perampok)
Perampok 1 :
Ooh jadi kalian mengaku wakil rakyat?
Bu Sukarni :
Memang!
Perampok 2 :
Sok – sok an menjadi wakil rakyat, padahal nyatanya…
Pak Bambang :
Diam kamu!
Perampok
tersebut kemudian membuka topengnya.
Perampok 1 :
Ibu – ibu, merekalah perampok yang sebenarnya! Kembalikan uang kami wahai
penjahat bangsa!
Pak Bambang : Kamu
ini kurang ajar sekali ya. Apa maksud kamu berbicara seperti itu?
Perampok 2 :
Kami tidak asal ngomong, Pak. Kalian lah para bedebah sejati yang telah
menguras kekayaan bangsa ini.
Pak Bambang :
Jangan Asal Bicara Anda.
Perampok 2 :
Beraninya Anda membantah ya!
Perampok 1 :
Seburuk – buruknya kami, lebih buruk Anda dan Anda! (sambil menunjuk kepada Pak
Bambang dan Bu Sukarni)
Pak Bambang :
Sore hari masih berani mencuri? Dasar pencuri tak tahu malu!
Perampok 2 :
Jangan bicara tentang malu, Pak Bambang.
Perampok 2 :
Ga pernah ngaca ya?
Perampok 1 :
Nih, ngaca! (menodongkan kaca dari kantongnya)
Pak Bambang :
Sudah, tutup mulut Anda!
Perampok 2 :
Hah! Anda pikir saya tidak tahu. Sejak pagi sampai malam Anda mensabotase
keuangan Negara.
Perampok 1 :
Dimana letak malu Anda, Bambang?
Perampok 2 :
Berlagak seolah tidak bersalah
Perampok 1 :
Berlagak seolah menjadi pahlawan bangsa
Perampok 2 :
Malah kalian-kalian inilah penjahat yang sebenarnya
Perampok 1 dan Perampok 2 : Para bedebah sejati.
Bu Mira, Bu Nining, dan Bu Ana : Dasar! Pencuri kelas kakap! (sambil
bersorak dan melempar kertas kea raah Pak Bambang dan Bu Sukarni)
Pak
Bambang dan Bu Sukarni pun tertunduk malu karena tertangkap basah melakukan hal
yang selama ini merugikan seluruh masyarakat Indonesia, khususnya bagi rakyat –
rakyat kecil.
0 Response to "CERPEN SARKASME"
Posting Komentar